Malu dalam bahasa Arab al-hayaa berasal dari kata al-hayaatu (hidup), juga berasal dari kata al-hayaa (air hujan). Menurut istilah adalah akhlak yang sesuai dengan sunnah yang membangkitkan fikiran untuk meninggalkan perkara yang buruk sehingga akan menjauhkan manusia dari kemaksiatan dan menghilangkan kemalasan untuk menjalankan hak Allah. Malu menurut bahasa berarti perubahan, kehancuran perasaan atau duka cita yang terjadi pada jiwa manusia karena takut di cela.


Makna malu tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi shollallahu’alaihi wassallam, “Sesungguhnya termasuk yang didapati manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu maka lakukanlah sekehendakmu’.

Malu adalah Keutaman Muslim

Ketahuilah, Allah memberikan sifat malu agar manusia menahan diri dari keinginan-keinginannya sehingga tidak berprilaku seperti binatang. Ingatlah ketika Adam dan Hawa memakan buah yang terlarang lalu nampaklah aurat keduanya.

“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. tatkala keduanya Telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku Telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Qs. Al-A’raaf : 22)

Dari ayat di atas menunjukkan bahwa secara fitrah manusia merasa malu jika tidak berpakaian. Dan tidaklah manusia itu memamerkan auratnya tanpa pakaian kecuali fitrahnya telah rusak. Sedangkan rusaknya fitrah adalah akibat gangguan iblis dan tentaranya.

Adapun orang yang berupaya menelanjangi badan dari pakaian, melucuti jiwa dari pakaian ketakwaan dan menghilangkan sifat malu kepada Allah dan manusia, mereka itulah yang menginginkan manusia lepas dari fitrahnya dan sifat-sifat kemanusiaannya. Padahal dengan fitrah dan sifat kemusiaannya itulah ia di sebut sebagai manusia.

Budaya Rasa Malu

Setiap muslim hendaknya memiliki rasa. Al- haya dapat ditumbuhkan pada setiap muslim dengan menerapkan budaya rasa malu. Budaya tersebut dapat ditanamkan dengan beberapa rasa malu berikut ini.
  • MALU tidak disiplin
  • MALU terlambat
  • MALU meninggalkan tugas tanpa alasan yang jelas
  • MALU kusut dalam penampilan
  • MALU membiarkan Rumah Tahfidz dalam kondisi berantakan, kotor dan bau tidak sedap.
  • MALU membiarkan diri loyo tak punya semangat
  • MALU memberi contoh negatif/tidak baik kepada teman santri lainnya.

Jika rasa malu sudah membudaya dalam diri setiap muslim, maka setiap pribadi akan memiliki jiwa disiplin, tepat waktu, bertangungjawab, rapi, bersih, bersemangat, dan menjadi contoh bagi santri yang lain. Oleh sebab itu, rasa malu harus ditanamkan sedini mungkin sehingga menjadi muslim yang berkarakter.

Sumber

https://andrieska.wordpress.com/2008/07/17/%E2%80%9Cmalu-menurut-al-quran-dan-as-sunnah%E2%80%9D/